SAYEMBARA PENULISAN BLOG
Pemanfaatan IPTEK sebagai Solusi dari Dampak Fenomena Gas Rumah Kaca
Fenomena
gas rumah kaca terjadi di salah satu planet Tata Surya yaitu bumi. Usia bumi
yang sudah mencapai miliaran tahun sudah mengalami perubahan yang ditandai
dengan adanya fenomena gas rumah kaca. Definisi fenomena gas rumah kaca yakni Efek
rumah kaca atau dalam bahasa asingnya dikenal dengan istilah green house effect adalah suatu
fenomena dimana gelombang pendek radiasi matahari menembus atmosfer dan berubah
menjadi gelombang panjang ketika mencapai permukaan bumi. Setelah mencapai
permukaan bumi, sebagian gelombang tersebut dipantulkan kembali ke atmosfer.
Namun tidak seluruh gelombang yang dipantulkan itu dilepaskan ke angkasa
luar. Sebagian gelombang panjang dipantulkan kembali oleh lapisan gas rumah
kaca di atmosfer ke permukaan bumi. Gas rumah kaca adalah gas-gas di atmosfer
yang memiliki kemampuan untuk menyerap radiasi matahari yang dipantulkan oleh
bumi sehingga bumi menjadi semakin panas. Efek rumah kaca itu sendiri terjadi
karena naiknya konsentrasi gas CO2 (karbondioksida) dan gas-gas lainnya seperti
sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NO), nitrogen dioksida (NO2), gas metan (CH4), kloroflourokarbon (CFC) di
atmosfer. Kenaikan konsentrasi CO2 itu sendiri disebabkan oleh kenaikan
berbagai jenis pembakaran di permukaan bumi seperti pembakaran bahan bakar
minyak (BBM), batu bara, dan bahan-bahan organik lainnya yang melampaui
kemampuan permukaan bumi antuk mengabsorpsinya. Bahan-bahan di permukaan bumi
yang berperan aktif untuk mengabsorpsi hasil pembakaran tadi ialah
tumbuh-tumbuhan, hutan, dan laut.
Kenapa gas-gas ini sering disebut
sebagai gas rumah kaca ? Salah satu alasannya adalah
mekanisme pemanasan ini sama seperti yang terjadi di rumah-rumah kaca yang
digunakan untuk perkebunan di negara-negara sub tropika seperti di Eropa dan
Amerika Serikat. Biasanya para petani menggunakan rumah kaca di saat musim
dingin tiba. Tanaman-tanaman yang ditanam di dalam rumah kaca ini akan tetap
hidup dan tidak mati membeku oleh pengaruh musim dingin karena kaca akan
menghalangi panas metahari yang masuk dan memantulkan kembali keluar. Rumah
kaca ini bisa digunakan untuk pembibitan dan berfungsi untuk menghangatkan
tanaman yang berada di dalamnya. Rumah kaca ini sendiri sudah ada sejak abad
ke-16 di Eropa dan biasa digunakan untuk membudidayakan mawar, lobak, sawi,
brokoli, atau tanaman lainnya di musim dingin.
Fenomena
gas rumah kaca dapat ditimbulkan dari berbagai macam alasan. Banyaknya pabrik
dan meningkatnya jumlah kendaraan yang cukup signifikan tiap bulan dan tahunnya
menimbulkan polusi udara yang berakibat pada buruknya kondisi udara. Berbagai
kegiatan industri membuat emisi gas meningkat sehingga kadar karbondiaoksida
(CO2) semakin meningkat dan lapisan ozon semakin menurun. Hal ini
memicu perubahan cuaca atau iklim yang tidak menentu dan ekstrim. Maksudnya
cuaca di siang hari akan lebih panas dan malam hari akan tersa lebih dingin.
Serta dapat berdampak pada lingkungan seperti terjadinya bencana banjir
terutama di daerah padat penduduk seperti Jakarta dan Bandung yang diperparah
dengan sistem drainase yang buruk. Untuk mencegah hal ini setidaknya ada usaha
dari kita yakni adanya kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat.
Sebagai contoh pemerintah sudah berusaha melakukan pengerukan sampah di sungai
atau kali dan masyarakat mendukungnya dengan cara mau membiasakan diri membuang
sampah pada tempatnya atau tidak membuang sampah ke sungai atau kali yang dapat
menghambat aliran air. Selain perubahan iklim, efek gas rumah kaca dapat
mencairkan gunung es yang ada di kutub dan permukaan air laut akan semakin
meningkat disebabkan suhu udara yang meningkat atau yang biasa disebut dengan
pemanasan global atau global warming
sehingga ada ancaman tenggelam di beberapa kawasan daratan. Disamping banyaknya
pabrik dan terjadinya peningkatan jumlah kendaraan, pengguna peralatan rumah
tangga berupa pendingin ruangan dan lemari es memiliki dampak terhadap fenomena
ini. Hal tersebut disebabkan oleh kedua peralatan tersebut menggunakan senyawa
Clorofluorocarbon atau CFC.
Melihat
kondisi bumi yang seperti ini membuat para ilmuan berfikir tentang bagaimana
cara mengatasinya sehingga terciptalah IPTEK. IPTEK merupakan perpaduan antara
ilmu, pengetahuan, dan teknologi. Ilmu
diperoleh dari metode ilmiah dan pengetahuan diartikan sebagai hasil
pemikiran atau pemahaman di luar atau tanpa kegiatan metode ilmiah sifatnya
dapat dogmatis, banyak spekulasi dan tidak berpijak pada kenyataan atau hasil
dari pengalaman sedangkan kata teknologi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) ialah pengetahuan bidang yang disusun secara bersistem menurut metode
tertentu yang dapat digukan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu. Di era modern ini IPTEK semakin berkembang
dengan pesat dimanfaatkan untuk dapat menemukan solusi dari segala permasalahan
yang terjadi terutama http://puskim.pu.go.id/produk-litbang/teknologi-terapan.
Preventif
atau tindakan dari fenomena gas rumah kaca seperti pengurangan emisi
karbondioksida (CO2) dapat dilakukan dengan konsep atau teknologi
tata hijau. Yaitu, usaha pengurangan gas
CO2 dengan cara penanaman pohon dan penghijauan karena pohon
merupakan perangkat paling efektif sebagai penyaring kotoran. Selain itu
manfaatnya di pagi, siang, dan sore hari pohon menghasilkan oksigen (O2)
yang sangat dibutuhkan manusia untuk bernafas . Dengan usaha konsep atau
teknologi tata hijau diharapkan dapat membuat bumi terasa sehat dan nyaman. Paling
tidak menghambat pembesaran lubang atmosfer dan penipisan lapisan ozon.