Senyuman Mereka, Bahagia Ku
Sore
hari ketika aku hendak menanak nasi, aku terdiam sejenak melihat beberapa
kilogram beras yang ada di hadapanku. Tiba-tiba aku teringat dengan salah satu
program stasiun televisi swasta yang menceritakan tentang orang-orang yang
hidupnya penuh dengan kesulitan. Aku membayangkan bagaimana dengan orang-orang
yang ada di luar sana. Apakah ketika nasi mereka habis dapat langsung kembali
memasak? Jawabannya tidak. Mereka tidak bisa makan sebelum mencari nafkah
banting tulang selama seharian itu pun dengan hasil yang tidak seberapa, Rp
20.000 pun tidak sampai, rata-rata hanya Rp 5.000 – Rp 10.000/hari. Miris
melihat kondisi mereka yang serba kekurangan. Jangankan memikirkan masa depan,
untuk hari esok saja nasib mereka tidak tahu seperti apa, entah bisa makan atau
tidak. Lalu sambil aku mengambil beras dengan menggunakan kaleng bekas susu
sebagai takarannya, aku berfikir betapa beruntungnya keluargaku. Alhamdulillah
keadaan ekonomi kami serba berkecukupan. Hidup kami tak bergelimang harta dan
jauh dari kesan mewah tapi aku masih bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
dan memiliki tempat tinggal yang layak. Aku bersyukur semua anggota keluargaku
sudah merasakan bangku pendidikan bahkan hingga ke jenjang perguruan tinggi.
Sedangkan anak-anak dari orang tua mereka yang tak beruntung harus putus
sekolah dan harus membantu mencari nafkah dalam usianya yang masih belia bahkan
tak sedikit dari mereka yang menjadi tulang punggung keluarga. Ada berapa
ribukah saudaraku yang bernasib seperti ini? Ya Allah sehatkanlah, lindungilah,
ringankanlah beban mereka dalam menjalani hidup ini dan berikanlah mereka
kesempatan untuk merasakan kebahagiaan. Walaupun hidup mereka serba susah dan
hati kecilnya terasa sedih namun mereka tetap terlihat sabar, kuat, dan ikhlas.
Aku sangat ingin membantu mereka. Menurutku, mereka adalah saudara kita yang
memiliki hak untuk hidup layak. Karena di hadapan hukum, derajat atau kedudukan
kita sama. Begitu pun di dalam agama yang membedakan ialah ketaqwaan. Mereka
sangat pantas untuk mendapatkan sesuatu yang dianggap tak mampu bagi mereka,
salah satunya pendidikan. Karena pendidikan dalam kehidupan mutlak diperlukan.
Baik untuk bekal hidup di dunia maupun akhirat. Sesuai dengan pepatah,
“Tuntutlah ilmu sampai ke liang lahat!” Apalagi dengan persaiangan yang ketat
di zaman sekarang ini, tidak mudah untuk mendapatkan pekerjaan. Hingga saat ini
sudah banyak orang yang pintar. Jumlah lulusan sarjana sudah mencapai jutaan.
Bahkan lulusan magister (S2) pun kini sudah semakin bertambah. Jadi,
dengan bekal pendidikan yang kita miliki diharapkan hidup kita akan menjadi
lebih baik. Tentunya harus diimbangi dengan ilmu agama agar kita tidak menjadi
kufur atau lupa pada Tuhan yang sudah menciptakan kita.
Menurutku
hidup akan berarti bila hidup kita bermanfaat atau berguna bagi orang lain.
Salah satu mimpi terbesarku adalah mendirikan yayasan sosial pendidikan. Namun
ku tahu ini tidak mudah. Butuh dukungan dari orang-orang yang juga memiliki
mimpi yang sama seperti aku. Pernah suatu saat aku menyaksikan program acara di
televisi. Ada sepasang suami istri yang rela menghabiskan waktunya untuk
memberikan pendidikan kepada anak-anak nelayan yang tidak mampu. Mereka dan
orangtuanya sangat antusias dan mendukung karena sekolah ini tidak dipungut
biaya alias gratis. Jumlah siswanya kurang lebih 30 orang. Dengan susah payah
pasutri tersebut mendirikan bangunan yang merupakan hasil tabungan selama
beberapa tahun. Bangunannya pun sangat sederhana, pondasi dan dindingnya
menggunakan kayu dan triplek. Tetapi tempat para siswa untuk menuntut ilmu
terancam digusur. Sungguh ironis. Disaat ada orang yang peduli dengan sesama
dan banyak orang yang sangat membutuhkan pendidikan justru ada pihak yang tidak
peduli seolah menutup mata. Padahal siswa-siswa tersebut adalah calon penerus
bangsa. Hal yang serupa pula dialami mantan para pejuang yang dahulu rela
berkorban jiwa dan raga melawan para penjajah. Kini diusianya yang sudah senja
harus kembali berjuang untuk bertahan hidup. Di antara mereka ada yang menjadi
tukang buah keliling, tukang es di lingkungan sekolah dan tempat tinggal salah
satu veteran ini terletak di bawah kolong jembatan. Ke manakah kemerdekaan yang
dulu mereka raih dan pertahankan? Indonesia dalam pengakuan dunia memang sudah
merdeka. Tetapi sebagian dari bangsa Indonesia sendiri belum merasakan itu.
Untuk itu, jika suatu saat aku sudah mampu secara finansial, aku ingin sekali
mendirikan yayasan. Aku berharap dapat meringankan beban dan mengurangi
kesedihan mereka. Sehingga dapat membantu mereka untuk menemukan kehidupan yang
baru yang lebih baik.
Atau
pun jika keberuntunganku ada pada bisnis dan sukses besar dalam bidang ini, aku
ingin merekrut pekerja semaksimal mungkin untuk membantu pemerintah dalam
menekan angka jumlah pengangguran dan ikut memajukan perekonomian nasional.
Berdasarkan kutipan Presiden Amerika Serikat yang ke-35, John F Kennedy pada
pidato pelantikannya tahun 1961 menyebutkan bahwa “Jangan tanyakan apa yang
negara berikan pada mu tapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada negara mu!”
Aku ingin seperti Pak Chairul Tanjung, beliaulah yang ada dibalik perusahaan
besar seperti Carrefour, Bank Mega, Trans Studio Mall, Stasiun Trans TV dan
TV7. Ada salah satu kutipan beliau yang aku suka di dalam bukunya yang berjudul
Chairul Tanjung Si Anak Singkong, “Kita butuh banyak wirausaha yang nasionalis,
nasionalis kerakyatan, karena ini tugas kemanusiaan. Karena kekayaan tdk dibawa
mati. Inilah watak kebangsaan paling sejati. Kita berbuat tidak sekedar
beretorika.” Buku beliaulah yang menginspirasikanku bahwa mimpiku harus
terwujud. Semoga Allah mewujudkan mimpi-mimpiku.
0 komentar:
Posting Komentar